FENOMENA HUNIAN PADA MASYARAKAT KOTA

On: September 07, 2008

LATAR BELAKANG
Fenomena berkota merupakan hal sangat menarik untuk diperbincangkan. Sebagai suatu lingkungan binaan, kota selalu diisi oleh manusia dengan berbagai kepentingan serta beragam individu didalamnya. Berbicara mengenai kota, kita tidak akan terlepas dari manusia yang mendiami kota itu sendiri.

Manusia adalah makhluk sosial, sebagai makhluk sosial didalam kesehariannya manusia selalu memerlukan orang lain dalam setiap kegiatannya. Satu hal yang menarik yang dapat kita ambil dari pernyataan ini adalah kota yang baik adalah kota yang mampu mewadahi untuk berlangsungnya proses sosialisasi antara masyarakat yang hidup didalamnya.

Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, serta semakin beragamnya kebutuhan masyarakat, maka lambat laun hakikat manusia sebagai mahkluk sosial inipun mulai bergeser. Nilai-nilai sosial semakin hilang dari masyarakat kota, masyarakat kota tumbuh menjadi masyarakat yang individualistis. Faham individualisme semakin berkembang dikalangan masyarakat, tidak adanya lagi proses interaksi sosial didalam keseharian masyarakat kota.

TINJAUAN TEORI

Manusia adalah bagian dari lingkungannya (Paul A. Bell, Environmental Psychology), sehingga manusia dan lingkungan akan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Begitu juga halnya dengan kota, sebagai lingkungan binaan yang merupakan hasil karya manusia maka secara sadar ataupun tidak, kota telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kota itu sendiri. Beberapa teori yang menggambarkan hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya:
1.Lingkungan dapat menghalangi perilaku manusia.
2.Lingkungan dapat mendatangkan perilaku.
3.Lingkungan membentuk kepribadian.
4.Lingkungan akan mempengaruhi citra diri.

Kota merupakan lingkungan yang selalu berubah secara dinamis dan manusia adalah satu penyebab dari perubahan tersebut.

FENOMENA KOTA

Kota dengan segala kegemerlapannya telah membuat masyarakat dari daerah-daerah terinspirasi untuk masuk kedalamnya, jaminan pendidikan, ketersediaan sarana hiburan dan media komunikasi telah membuat masyarakat luar berbondong-bondong untuk memadati kawasan pusat kota. Semakin hari kota semakin bertambah padat, tetapi hal ini tidak serta merta diiringi dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berhubungan dengan permasalahan ini.

Semakin suburnya kawasan-kawasan kumuh (slum area) pada kawasan pusat kota serta semakin meningkatnya angka kriminalitas merupakan permasalahan umum yang merupakan konsekuensi logis yang harus diterima oleh kota. Hal lain yang juga merupakan dampak kepadatan penduduk yang tinggi pada kota kita adalah terjadinya konflik pemanfaatan ruang kota serta semakin maraknya sektor informal. Polusi udara juga semakin meningkat serta permasalahan sampah yang merupakan permasalahan yang akut pada kota-kota kita dewasa ini.

FENOMENA HUNIAN MASYARAKAT PERKOTAAN
Respon manusia terhadap lingkungannya tergantung kepada bagaimana manusia mempersepsi lingkungannya, begitu juga dalam hal pemenuhan kebutuhan akan huniannya. Dalam pandangan masyarakat kota, lingkungan kota merupakan lingkungan yang penuh dengan kesesakan dan memiliki kepadatan yang tinggi. Hal lain yang juga merupakan pandangan masyarakat terhadap kota adalah kota merupakan sumber kejahatan, semakin hari jaminan kemanan semakin berkurang dirasakan oleh masyarakat.

Sebuah fenomena baru yang muncul didalam hunian masyarakat kita saat ini adalah maraknya bermunculan fasilitas hunian yang dibatasi oleh pagar-pagar tinggi (gated community) yang seakan-akan berusaha untuk memisahkan diri lingkungannya. Satu hal yang harus menjadi sorotan penting disini adalah faktor apakah yang sebenarnya menjadi penyebab munculnya fenomena hunian seperti ini pada masyarakat, apakah ini merupakan respon manusia terhadap lingkungannya (proses coping yang dilakukan manusia terhadap gejala lingkungannya) atau merupakan dampak dari perwujudan privasi yang diterapkan secara berlebihan.

GATED COMMUNITY
Gated community merupakan sebuah istilah baru didalam hunian masyarakat kota kita dewasa ini, gated community ini merupakan kompleks-kompleks perumahan elit yang dibatasi oleh pagar-pagar tinggi serta memiliki satu akses masuk kedalamnya. Sadar maupun tidak, fenomena ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan semakin menipisnya dimensi sosial masyarakat perkotaan. Munculnya fenomena ini juga dipengaruhi oleh semakin bertambahnya tuntutan masyarakat perkotaan akan fasilitas hunian mereka. Dewasa ini fasilitas hunian telah menjadi simbol atau prestise didalam masyarakat kota. Tinggal pada kawasan elit merupakan kebanggaan tersendiri pada masyarakat kita, walaupun hunian tersebut menyebabkan terputusnya hubungan mereka dengan lingkungan sekeliling mereka.

PROSES COPING ATAU PERWUJUDAN PRIVASI YANG BERLEBIHAN....?
Didalam psikologi lingkungan kita mengenal sebuah istilah yang biasa disebut dengan proses coping, yang dimaksud dengan proses coping disini adalah bagaimana manusia bertindak untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang terdapat disekitar lingkungan mereka.
Hidup dalam lingkungan perkotaan yang penuh dengan kesesakan, macet, tingkat kejahatan yang tinggi serta polusi udara dan sebagainya telah menyebabkan manusia berusaha untuk melakukan proses coping untuk mengantisipasi semua permasalahan perkotaan tersebut. Begitu juga dalam hal fasilitas hunian, maraknya bermunculan gated community tersebut merupakan salah satu jawaban untuk menciptakan fasilitas hunian nyaman menurut anggapan masyarakat.

Perumahan dengan pagar-pagar yang tinggi serta pengamanan yang ekstra ketat dari pihak penjaga merupakan jawaban atas semakin tidak nyamannya lagi perkotaan bagi penghuninya. Masyarakat beranggapan bahwa hal inilah yang merupakan satu-satunya cara untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman tanpa adanya gangguan dari pihak luar.

Psikologi Lingkungan merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya, didalam psikologi lingkungan juga mempelajari beberapa konsep-konsep persepsi manusia terhadap lingkungannya, dan hal inipun juga tidak tertutup kemungkinan penerapannya pada fasilitas hunian masyarakat.

PERSONAL SPACE

J. D. Fisher (1984:149) dalam Sarlito Wirawan Sarwono, mengatakan bahwa personal space merupakan suatu batas maya yang mengelilingi manusia yang tidak boleh dilalui oleh orang lain. Fungsi dari personal space ini adalah sebagai alat komunikasi antara manusia. Banyak penelitian-penelitian yang dilakukan berhubungan dengan personal space ini, beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa penelitian-penelitian yang telah dilakukan ini diantaranya adalah manusia dalam bersosialisasi dengan lingkungannya memerlukan jarak-jarak tertentu untuk mencapai hasil yang maksimal.

PRIVACY
Privacy adalah keinginan atau kecenderungan pada diri manusia untuk tidak diganggu kesendiriannya atau dengan kata lain privacy adalah dorongan untuk melindungi ego seseorang dari gangguan yang tidak dikehendakinya. Hal inilah yang semakin hari makin terasa wujudnya pada masyarakat, hal sederhana yang dapat kita lihat wujudnya yaitu pada fasilitas hunian mereka, pada saat manusia mulai beranggapan kota merupakan sumber dari segala masalah maka wujud keprivasian mereka semakin dipertanyakan. Akibat dari anggapan ini adalah munculnya fenomena-fenomena hunian berpagar yang bertujuan untuk menjaga privasi mereka dari invasi pihak-pihak luar.

TERRITORIALITY
Teritorialitas adalah suatu pola tingkah laku yang ada hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau kelompok orang atas sebuah tempat atau lokasi geografis, pola tingkah laku ini juga mencakup personalisasi dan pertahanan terhadap gangguan dari luar. Perwujudan teritorialitas yang tidak terkontrol seringkali memicu terjadi kesenjangan sosial didalam masyarakat.

Didalam hunian saja contohnya, pemagaran rumah dengan pagar-pagar yang tinggi yang merupakan wujud teritorial seseorang atau suatu keluarga diantara pemukiman masyarakat yang relatif sederhana telah menyebabkan semakin menurunnya kualitas visual pada lingkungan tersebut, serta semakin terasanya jurang pemisah antara golongan kaya dan miskin pada kota. Tidak salah rasanya istilah Andre Gide dalam Arogansi ’Gated Community’ di Kota Kita yang mengatakan bahwa jurang kemelaratan sangat jelas terlihat pada kehidupan kota-kota besar, manakala keangkuhan tembok-tembok tinggi sebagai perwudan dari teritorial yang absolut harus bersanding dengan perumahan-perumahan kumuh kaum kecil pada suatu kota.

KESESAKAN DAN KEPADATAN

Hal yang paling akhir yang merupakan perwujudan dari konsep persepsi manusia terhadap lingkungannya adalah kesesakan dan kepadatan. Fenomena kota yang semakin hari semakin padat oleh manusia telah menimbulkan munculnya persepsi kesesakan dan kepadatan pada manusia yang mendiami kota tersebut.

KONSEP PERSEPSI LINGKUNGAN PADA HUNIAN

Fasilitas hunian merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, berdasarkan kepada aspek fungsionalisnya sebuah fasilitas hunian harus mampu memenuhi kebutuhan dasar penghuninya atas fasilitas hunian mereka. Beberapa kebutuhan manusia akan fasilitas huniannya diantaranya adalah:
1.Aman dari gangguan
2.Nyaman
3.Memiliki akses yang baik

Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia serta semakin sesaknya perkotaan, hal ini juga berdampak kepada fasilitas hunian masyarakat. Selain sebagai aspek fungsionalis sekarang ini fasilitas hunian masyarakat perkotaan telah bergeser pemahamannya kepada aspek simbolik dan prestise didalam masyarakat. Maraknya bermunculan type-type perumahan mewah yang membentuk cluster-cluster baru didalam masyarakat dengan tampilan ekstra penjagaan telah menjadi pemandangan sehari-hari pada kota kita.

Hal ini sangat kontras sekali dengan perkembangan pemukiman-pemukiman kumuh yang terdapat pada kawasan pusat kota, merupakan sebuah indikasi bahwa semakin meningkatnya komunitas golongan ekonomi lemah pada perkotaan serta semakin hilangnya dimensi sosial pada masyarakat kota.
Individualisme yang semakin nyata pada masyarakat perkotaan juga telah dikuatkan oleh munculnya fenomena ini.

Permasalahan hunian pada masyarakat perkotaan dewasa ini masih dilihat sebagai dimensi fisik dan sekedar pemenuhan akan sarana perumahan belaka tetapi tidak dari segi kualitas, terutama kualitas kehidupan dan lingkungan tempat dimana hunian tersebut berada. Hal inilah yang ternyata banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan baru pada kota, seperti fenomena hunian baru yang tidak mampu menfasilitasi terjadinya interaksi sosial di masyarakatnya, semakin hilangnya identitas kota serta degradasi kualitas lingkungan perkotaan. Kawasan hunian yang baik adalah kawasan pemukiman yang mampu membina suatu komunitas untuk bertempat tinggal serta menumbuhkan rasa solidaritas sosial antar masyarakatnya (Bagoes P. Wiryomartono, Urbanitas dan Senibina Kota, 1999).

FASILITAS HUNIAN YANG IDEAL UNTUK MASYARAKAT KOTA
Sebuah pertanyaan yang sangat menarik sekali yang dicoba untuk dijawab pada penulisan tulisan ini adalah bagaimanakah wujud hunian yang ideal bagi masyarakat kota kita seharusnya?

Dalam pandangan masyarakat perkotaan, kota memang selalu lebih baik dari pada pedesaan, tetapi ada sebuah nilai yang tidak dimiliki oleh sebuah kota apabila dibandingkan dengan desa. Kearifan budaya lokal desa, yaitu interaksi sosial yang berjalan sangat dinamis pada masyarakat pedesaan, merupakan sebuah nilai yang sangat berharga yang tidak dimiliki lagi oleh kota-kota kita.

Kecenderungan paham individualisme serta materialistis masyarakat perkotaan telah menyebabkan hilangnya interaksi sosial ini. Belajar dari fenomena kehidupan di desa dan perkampungan tradisional yang banyak tersebar diseluruh penjuru Indonesia, betapa bersahajanya kita saksikan sebuah rumah yang hanya berpagar tanaman saja (konsep green buffer). Mereka tetap merasa aman dan tidak merasa adanya invasi publik terhadap teritorial mereka, dan kalaupun mereka berasal dari kalangan orang yang berada tidak semata-mata mereka lantas akan memagar rumah mereka dengan tembok-tembok tinggi untuk menjaga asset mereka. Alasan sederhana dari sebagian mereka menyebutkan sungguh tidak mengenakkan nampak berlebihan dimata tetangga yang hanya hidup serba pas-pasan atau bahkan serba kekurangan.

Pagar-pagar tinggi serta pengamana ekstra ketat nampak sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat perkotaan terhadap fasilitas hunian mereka. Ada satu hal lagi yang seharusnya menjadi pertimbangan dari kemunculan fenomena ini didalam masyarakat, yaitu peran serta arsitek (developer) dalam menjawab kebutuhan masyarakat perkotaan. Sebagai seorang designer (problem solving) seharusnya harus lebih teliti lagi dalam memecahkan sebuah permasalahan yang muncul didalam masyarakat, sehingga pemecahan suatu masalah tidak menjadi penyebab kemunculan permasalahan baru lainnya.

Sekarang ini sudah saatnya kita mengganti benteng-benteng tinggi yang terdapat pada sekeliling hunian kita dengan konsep green buffer, selain sebagai fasilitas pengamanan yang efektif pada lingkungan hunian kita juga bermanfaat bagi lingkungan sekitar kita sebagai paru-paru kota serta sebagai gerakan awal untuk tumbuhnya kembali kepedulian sosial dikalangan masyarakat kota kita. Sensitivitas sosial yang kembali tumbuh dikalangan masyarakat merupakan kontrol sosial yang akan menuntun untuk terciptanya lingkungan serta hunian yang nyaman dan aman.



DAFTAR PUSTAKA

A. Bell. Paul, Environmental Psychology , fifth edition.
Suryanto, Konsep Neighborhood Sebagai Wadah Komunity Ideal. Jurnal Arsitektur dan Perencanaan, edisi Juni 2004
Gide. Andre dalam Ridwan Kamil. M. Arogansi ’Gated Community’ Kota Kita, Harian Kompas, edisi Minggu 29 Oktober 2000
P. Wiryomartono. Bagoes, Urbanitas dan Senibina Kota, 1999
Wiryawan Arwono, Sarlito, Psikologi Lingkungan. Penerbit Grasindo, 1992

1 komentar on "FENOMENA HUNIAN PADA MASYARAKAT KOTA"

melvina said...

yaeeea, trimakasih atas pemikirannnya