Latar Belakang
Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa manusia merupakan aktor yang paling bertanggung jawab terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan kualitas lingkungannya, tetapi tidak sedikit dampak yang ditimbulkan oleh aktifitas manusia itu yang tidak baik bagi lingkungan sekitarnya.
Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa manusia merupakan bagian dari lingkungannya, tetapi hanya sebagian yang memahami bahwa secara sadar maupun tidak manusia sedikit demi sedikit manusia telah merusaknya. Sebut saja bencana yang sering terjadi akhir-akhir ini, seperti kebakaran hutan yang disertai dengan kabut asap yang sangat parah serta bencana tanah longsor yang terjadi baru-baru ini di Blitar, Jawa Timur merupakan salah satu bukti betapa tidak pedulinya manusia terhadap kelestarian lingkungan sekitarnya.
Alam beserta isinya merupakan media yang sudah tersedia yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi banyak catatan yang harus diingat oleh manusia dalam mengolahnya. Diantaranya adalah sumber daya alam yang ada tersebut bukan tersedia dalam jumlah yang sangat besar dan tidak terbatas tetapi memerlukan kesadaran manusia untuk selalu membantu untuk menjaga keberlangsungannya serta itu semua merupakan titipan yang harus kita jaga untuk anak cucu kita dimasa yang akan datang.
Pengertian Lingkungan
Lingkungan adalah segala bentukan yang terdapat disekitar manusia, secara holistik kita dapat menyebutkan bahwa lingkungan terdiri dari:
1.Lingkungan biotik, yaitu segala makhluk hidup yang terdapat disekitar kita seperti manusia, tumbuh-tumbuhan serta binatang.
2.Lingkungan abiotik, yaitu segala benda-benda selain makhluk hidup yang terdapat disekitar manusia, seperti udara, pegunungan, lautan, air dan lain sebagainya.
3.Kebudayaan / culture, yaitu segala hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia
Yang terakumulasi dan terintegritas secara dinamis, yang mana apabila salah satu diantara ketiganya tersebut mengalami gangguan akan menimbulkan dampak bagi komponen yang lainnya.(Darmakusuma, 2006, bahan pengajaran Studi Lingkungan Hidup)
Satu hal yang harus kita cermati dalam memahami lingkungan ini adalah dinamika dari lingkungan itu sendiri yang mempunyai kompleksitas yang tinggi, rawan akan perubahan serta penuh dengan ketidakpastian dan konflik.
Pengelolaan Lingkungan
Menurut Setiawan, 2000, pengelolaan lingkungan adalah suatu proses intervensi publik yang sistematis dan menerus dalam pengalokasian dan pemanfaatan lingkungan dan sumber daya alam untuk memecahkan persoalan-persoalan lingkungan saat ini dan untuk menuju pembangunan yang berkelanjutan.
Beberapa kata kunci yang dapat kita ambil disini adalah pengelolaan lingkungan itu adalah proses yang sistematis dan dilakukan terus menerus, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya intervensi publik, lingkungan dan sumber daya alam serta persoalan lingkungan saat ini serta program pembangunan yang berkelanjutan.
Tujuan dan Sasaran Pengelolaan Lingkungan
Menurut Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No 23 Tahun 1997, tujuan dari pengeloalaan lingkungan hidup adalah mencapai pembangunan berkelanjutan yang mencakup sekaligus prinsip-prinsip ekologis, ekonomis dan sosiopolitis.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai melalui pengelolaan lingkungan ini menurur undang-undang yang sama adalah sebagai berikut:
1.Tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup.
2.Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup.
3.Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan.
4.Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
5.Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.
Pendekatan-Pendekatan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Permasalahan pengelolaan lingkungan hidup merupakan topik yang selalu hangat setiap saat. Bagaimana tidak, semua aktifitas serta kegiatan yang dilakukan oleh manusia selalu bersentuhan langsung dengan lingkungan sekitarnya. Jadi permasalahan pengelolaan lingkungan hidup ini merupakan agenda wajib yang selalu hangat diperbincangkan baik itu ditataran pemerintah maupun didalam masyarakat itu sendiri.
Untuk menjaga keberlangsungan dari lingkungan ini, telah banyak pakar-pakar lingkungan hidup kita mengeluarkan konsep-konsep mengenai pengelolaan lingkungan hidup ini. Beberapa pendekatan dalam pengelolaan lingkungan hidup diantaranya adalah:
1.Pendekatan ekologis
2.Pendekatan ekonomis
3.Pendekatan teknologis
4.Pendekatan sosio – kultural
5.Pendekatan sosio – politis
Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa permasalahan pengelolaan lingkungan hidup ini merupakan permasalahan aktual mulai dahulunya sampai saat sekarang ini.
Mengapa Pengelolaan Lingkungan itu Penting?
Tidak banyak dari masyarakat kita yang secara sadar memahami makna dari pengelolaan lingkungan hidup tersebut. Sebut saja bencana tanah longsor dan banjir yang melanda sebagian besar kawasan tanah air kita, apabila masyarakat Indonesia sebagian besar menyadari betapa lingkungan yang tidak dikelola dengan baik itu akan berdampak buruk terhadap keberlangsungan kehidupan mereka serta anak cucu mereka tentu bencana tersebut tidak akan terjadi pada mereka.
Kawasan Pusaka sebagai salah satu konsep pendekatan pengelolaan lingkungan hidup
Kawasan pusaka merupakan istilah yang sering kita dengar pada kegiatan-kegiatan pelestarian atau konservasi yang terdapat di Indonesia khususnya, dunia pada umumnya. Kegiatan pelestarian yang kita kenal selama ini selalu identik dengan bangunan lama, tempat-tempat bersejarah, candi-candi dan lain sebagainya, tetapi seiring dengan perkembangan waktu dan tuntutan dari kebutuhan masyarakat, istilah pelestarian sekarang ini sudah berkembang sedemikian pesatnya.
Istilah pelestarian yang pada tahap awal hanya dikhususkan pada bangunan-bangunan saja, sekarang sudah mulai berkembang yang mencakup pada setting lingkungan dimana bangunan tersebut berada, sampai kepada bentangan alam yang ada disekitarnya.
Beberapa piagam-piagam yang dijadikan sebagai acuan dalam kegiatan pelestarian dari dahulunya hingga sekarang ini adalah:
1.Piagam Athena, 1931, tentang restorasi monumen bersejarah (upaya pelestarian ditujukan hanya pada benda tunggal dalam bentuk bangunan atau benda-benda seni)
2.Piagam Venice, 1964, tentang konservasi dan restorasi monumen dan tapak
3.International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) yaitu Piagam Burra (Australia) pada tahun 1979 dan diratifikasi tahun 1981. Piagam Burra ditujukan untuk melestarikan tempat-tempat yang memiliki signifikansi budaya. Tempat di sini berarti tapak, area, bangunan atau karya disain, kelompok bangunan atau hasil yang lain yang memiliki keterikatan dengan lingkungannya
4.Piagam Washington, 1987. Piagam Washington peduli pada area-area perkotaan bersejarah, besar dan kecil, termasuk kota, kota kecil, dan pusat-pusat atau kawasan bersejarah serta lingkungan alam dan buatannya, termasuk nilai budaya perkotaan tradisional.
5.Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia yang dideklarasikan di Ciloto
13 Desember 2003, merupakan dasar kegiatan pelestarian yang dilakukan di Indonesia.
Berdasarkan kepada Piagam Pelestraian Pusaka Indonesia, Pusaka Indonesia dibagi atas:
1.Pusaka Alam
Yang dimaksud dengan pusaka alam adalah segala bentukan alam yang istimewa, seperti gunung, sawah, lembah, bukit, ngarai, tanah, batu, hutan, flora, fauna, air, sungai danau dan lain sebagainya.
2.Pusaka Budaya
Pengertian dari pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa. Pusaka budaya mencakup pusaka berwujud (tangible) dan pusaka tidak berwujud (intangible). Contoh dari pusaka budaya ini adalah: seni kriya, seni lukis, seni ukir, seni pahat, segala macam kesenian rakyat dan lain sebagainya.
3.Pusaka Saujana
Yang dimaksud dengan pusaka saujana ini adalah gabungan antara pusaka alam dan pusaka budaya. Istilah pusaka saujana merupakan istilah yang relatif baru dalam kegiatan pelestarian di Indonesia. Pusaka saujana sejak dekade terakhir ini dikenal dengan pemahaman baru yaitu cultural landscape (saujana budaya), yakni menitik beratkan pada keterkaitan antara budaya dan alam dan merupakan fenomena kompleks dengan identitas yang berwujud dan tidak berwujud. Beberapa contoh pusaka saujana adalah setting lingkungan dan kehidupan masyarakat, candi dan setting alamnya, rumah adat, keraton, adat istiadat, ritual dan lain sebagainya.
Jadi ketiga pusaka yang kita miliki tersebut tergabung secara sistematis kedalam apa yang biasa dikenal dengan istilah Kawasan Pusaka tersebut.
Kawasan Pusaka
Kawasan pusaka adalah suatu daerah yang memiliki beberapa objek pusaka, baik itu berupa bentangan alam, benda-benda, aktifitas lainnya yang merupakan satu kesatuan yang saling mendukung dan melengkapi. Secara sadar kita telah meletakkan lingkungan sekitar merupakan salah satu pusaka yang harus kita jaga dan kita lestarikan keberlangsungannya. Melalui konsep manajemen kawasan pusaka, lingkungan sekitar merupakan salah satu elemen penting yang harus dilestarikan dan dijaga keberlangsungannya.
Meminjam istilahnya Buk Sita dalam tulisannya PUSAKA, Keanekaragaman, Keunikan dan Kerangka Dasar gerakan pelestraian, menyebutkan bahwa Pusaka adalah merupakan peninggalan baik yang terlihat (tangible) maupun tidak terlihat (intangible). yang dapat berwujud lingkungan alam termasuk flora dan fauna, lingkungan buatan, termasuk artefak, candi, bangunan, kawasan, hingga desa dan kota atau - perpaduan antara lingkungan alam dan buatan serta budayanya.
Konsep Manajemen Kawasan Pusaka
Konsep utama dari manajemen kawasan pusaka ini adalah bagaimana cara kita untuk menjaga kesinambungan lingkungan serta dengan sadar menyadari perubahan dan pembangunan pada lingkungan tersebut yang bertujuan untuk tetap menjaga identitas dan sumber daya lingkungan dan mengembangkan beberapa aspeknya untuk memenuhi kebutuhan modern dan kualitas hidup yang lebih baik.
Perubahan lingkungan yang dimaksudkan disini adalah bukanlah perubahan yang terjadi secara drastic, tetapi perubahan-perubahan yang terjadi secara alami dan terseleksi. Jadi pelestarian merupakan pula upaya mengelola perubahan tersebut dan berusaha untuk menciptakan pusaka untuk masa mendatang.
Secara garis besar konsep manajemen kawasan pusaka tersebut dapat kita lihat pada tabel berikut:
Berdasarkan pada table diatas kita dapat mengetahui bahwa yang paling penting pada konsep manajemen kawasan pusaka itu adalah bagaimana kita menyamakan pesepsi bersama dari sebuah kawasan pusaka tersebut. Dengan sadar kita mengetahui apa saja yang merupakan komponen dari sebuah kawasan pusaka tersebut yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya serta penyusunan agend kegiatan yang konprehensif dan berkelanjutan guna mendukung tercapainya sebuah kawasan pusaka tersebut.
Berbasis Masyarakat
Satu hal yang menarik pada konsep manajemen kawasan pusaka ini adalah masyarakat sebagai pusat pengelolaannya. Penetapan suatu kawasan sebagai kawasan pusaka bukan muncul dari segelintir orang atau pihak pemerintahan saja, tetapi pemahaman mengenai kawasan pusaka ini dibangun bersama oleh masyarakat dan muncul dari masyarakat itu setelah menyadari betapa apa-apa yang dimiliki oleh mereka pada saat ini merupakan aset yang sangat berharga dimasa yang akan datang, salah satunya adalah lingkungan hidup yang ada disekitar mereka pada saat ini.
Berdasarkan pada salah satu point dalam prinsip pengelolaan lingkungan, peran serta masyarakat merupakan salah satu diantaranya. Jadi tidak akan mungkin pengelolaan lingkungan dapat berjalan dengan baik apabila tidak adanya partisipasi aktif dari tiap lapisan masyarakat (people centered management).
Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa dalam konsep kawasan pusaka tersebut masyarakat bukanlah sebagai objek tetapi malah sebaliknya yaitu sebagai subjek yang akan berperan sangat penting sekali dalam kegiatan ini. Keterlibatan aktif tiap lapisan masyarakat serta kolaborasi antar disiplin ilmu yang berbeda merupakan penggerak-penggerak utama dalam melaksanakan agenda besar ini.
Berdasarkan kepada Agenda 21 yang telah ditetapkan oleh pemerintah, juga meyebutkan bahwa peran serta masyarakat merupakan hal yang paling dominan dalam menjaga keberlangsungan lingkungan sekitar mereka. Sehingga kita dapat melihat dapat melihat isi dari Agenda 21 tersebut yang benar-benar menyentuh lapisan masyarakat.
Belajar Dari Nagari Kotogadang
Nagari Kotogadang
Nagari Kotogadang merupakan salah satu nagari dari sekian banyak nagari yang tersebar di Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan kepada letak geografisnya, Nagari Kotogadang merupakan tanah dataran yang terletak di antara Gunung Singgalang dan Ngarai Sianok dengan ketinggian 920 – 950 meter dari permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 27oC pada siang hari dan pada malam hari mencapai 20oC dengan luas wilayah 640 Ha.
Nagari Kotogadang merupakan salah satu nagari yang potensial diantara nagari-nagari yang terdapat di Sumatera Barat. Hal ini sangat didukung oleh setting lingkungan alamnya serta kebudayaan yang dimiliki oleh nagari ini. Jika dilihat dari lingkungan alamnya, Nagari Kotogadang dikelilingi oleh Ngarai Sianok yang merupakan salah satu panorama wisata alam yang menjadi salah satu icon pariwisata pada Provinsi Sumatera Barat serta hutan-hutan nagari yang tersebar disekelilingnya yang masih alami.
Jika dilihat dari segi kebudayaannya, Nagari Kotogadang dari dahulunya terkenal akan keteguhan adat istiadatnya. Bukan hanya itu, Nagari Kotogadang merupakan salah satu kampung pengerajin yang terdapat di Sumatera Barat. Kerajinan yang khas dari nagari ini adalah kerajinan perak serta sulamannya yang sudah terkenal sejak dari zaman penjajahan, serta banyaknya pemikir-pemikir Indonesia pada zaman perjuangan dulu yang berasal dari nagari ini, sebut saja Haji Agus Salim, Sutan Syahrir, merupakan putra-putra terbaik Indonesia yang berasal dari Nagari Kotogadang, sehingga pantaslah rasanya istilah Kampung Intelektual disandang oleh nagari ini.
Jika dilihat dari segi arsitekturalnya, nagari ini memiliki gaya arsitektur yang unik. Sebagian besar rumah masyarakat di nagari ini bercirikan arsitektur indies yang masih terjaga sampai sekarang. Jadi apabila kita mampir di nagari ini kita akan merasakan suasana perkampungan yang khas.
Permasalahan Aktual Nagari Kotogadang
Tidak ubahnya di nagari-nagari lain yang terdapat di wilayah Sumatera Barat khususnya, Indonesia pada umumnya, penurunan kualitas lingkungan merupakan permasalahan yang paling actual yang biasa kita temui akhir-akhir ini. Semakin hilangnya kesadaran masyarakat atau bahkan tidak ada sama sekali merupakan salah satu penyebab merosotnya kualitas lingkungan sekitar kita.
Penebangan secara liar pohon-pohon yang terdapat dihutan tanpa adanya gerakan penanaman kembali merupakan suatu indikasi bahwa kesadaran berlingkungan masyarakat kita sudah hilang. Begitu juga halnya dengan hutan-hutan nagari yang terdapat pada Nagari Kotogadang ini. Kondisi Nagari Kotogadang yang berada disekitar Ngarai Sianok tidak dijadikan masyarakat sebagai pertimbangan dalam menebang pohon yang terdapat disekitar ngarai tersebut. Akhir-akhir ini kejadian tanah longsor yang terjadi pada dinding-dinding ngarai telah menggugah kembali perasaan mereka terhadap betapa pentingnya untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar.
Permasalahan lingkungan lain yang juga menjadi permasalahan utama pada nagari ini adalah permasalahan sekitar sampah. Sebelum dicanangkannya nagari ini sebagai salah satu kawasan pusaka, ngarai merupakan tempat pembuangan sampah akhir bagi masyarakat Nagari Kotogadang serta tidak ketinggalan juga bagi masyarakat Bukittinggi yang merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan nagari ini. Tercemarnya air sungai yang mengalir disepanjang ngarai merupakan dampak yang harus diterima akibat dari pembuangan sampah kedalam ngarai tersebut.
Permasalahan lain yang juga berhubungan dengan sungai dan ngarai ini adalah ramainya masyarakat yang melakukan penggalian pasir secara besar-besaran pada sungai yang mengalir pada dasar ngarai ini.
Nagari Kotogadang merupakan kawasan yang dikelilingi oleh persawahan dan perkebunan masyarakat. Sebuah setting lingkungan yang sangat indah, sebuah nagari yang dikelilingi oleh hamparan sawah dan perbukitan yang rindang, tetapi ini semua tidak berlangsung lama, apabila tidak adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk tidak merubah fungsi lahan persawahan mereka menjadi kawasan untuk hunian. Saat ini telah mulai bermunculan rumah-rumah baru dari masyarakat nagari ini pada areal persawahan mereka. Dengan sengaja mereka telah menimbun sawah untuk dijadikan sebagai tempat untuk mendirikan bangunan-bangunan baru. Tidak jelas motif dari pembangunan rumah-rumah baru ini, padahal kalau kita lihat masih banyak rumah-rumah lama yang bergaya arsitektur indies dibiarkan terbengkalai dan lapuk dimakan usia, karena sebagian besar penduduk nagari ini telah pergi merantau keluar dari nagari ini. Tradisi merantau yang akrab dengan kehidupan masyarakat Minangkabau telah menjadikan nagari-nagari menjadi sepi dan nyaris tidak berpenghuni, karena nagari sekarang hanya ditempati oleh kaum-kaum tua yang hanya menunggu anak-anaknya untuk berkumpul bersama pada saat lebaran dan hari-hari libur lainnya.
Jika ditinjau dari permasalahan budaya, kebudayaan menenun dan keahlian dalam mengrajin perak sudah merupakan tradisi yang sangat langka dewasa ini pada nagari ini. Semakin tidak berbekas bahwa dahulunya nagari ini adalah salah satu nagari yang paling produktif dalam mengahasilkan dua kerajinan tersebut. Hampir tidak ada lagi generasi muda nagari ini yang bisa menenun apalagi terampil dalam mengolah, padahal itu semua merupakan icon dari nagari ini.Sangat disayangkan sekali rasanya, apabila kedua keterampilan tersebut hilang ditelan oleh kemajuan jaman dan era teknologi yang semakin berkembang dewasa ini.
Satu hal lagi yang juga merupakan ancamam besar bagi keberlangsungan kelestarian lingkungan nagari ini adalah isu akan dibangunnya jalan lingkar yang akan melewati nagari ini serta jembatan yang akan menghubungkan nagari ini dengan kota Bukittinggi yang merupakan tetangga yang hanya dipisahkan oleh sebuah ngarai saja. Satu hal yang menjadi kekhawatiran dari masyarakat dan para pemerhati lingkungan di Sumatera Barat adalah dengan dibangunnya program pemerintah tersebut akan merubah setting lingkungan yang selama ini sudah terpelihara dengan baik serta masuknya budaya-budaya baru yang sangat besar pengaruhnya kepada adat istiadat nagari ini.
Suatu kebudayaan tidak akan ada apa-apanya jika dipisahkan dari setting lingkungan dimana kebudayaan tersebut berada. Inilah yang mendasari mengapa kesepakatan untuk mendeklarasikan nagari ini menjadi salah satu Kawasan Pusaka yang terdapat di Indonesia.
Nagari Kotogadang Menuju Kawasan Pusaka
Menjadikan sebuah nagari atau daerah menjadi sebuah kawasan pusaka bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, karena ini memerlukan kesadaran dan pemahaman bersama akan pentingnya menjaga keberlangsungan lingkungan dan adat istiadat suatu nagari. Kotogadang dalam perjalannya menjadi salah satu kawasan pusaka di Indonesia diawali dengan mulai tumbuhnya kesadaran bersama dari masyarakat Kotogadang itu sendiri akan semakin menurunnya kualitas lingkungan mereka, ini ditandai dengan dimulainya rembug warga masyarakat yang mulai membicarakan bagaimana cara untuk menjaga keberlangsungan dari lingkungan sekitar mereka tersebut. Rembug ini juga bergulir sampai kepada pejabat yang mengurus nagari tersebut, dimulai dari Lembaga Walinagari, Karang Taruna serta organisasi-orgasisasi masyarakat yang terdapat pada nagari ini.Kesepakatan warga tersebut kemudian dituangkan kedalam Deklarasi Anak Nagari Kotogadang tentang Pelestarian Kawasan Pusaka Nagari Kotogadang.
Beberapa putusan yang dituangkan didalam deklarasi ini adalah:
1.Mengukuhkan Nagari Kotogadang sebagai Kawasan Pusaka, sehingga terjaga kelestarian pusaka alam, budaya dan saujana.
2.Penetapan sebagai Kawasan Pusaka bertujuan meningkatkan kesejahteraan anak nagari yang tinggal dinagari maupun diperantauan.
3.Mendorong berbagai pelestarian sebagai Kawasan Pusaka oleh anak Nagari Kotogadang
Berbagai agenda pelestarian sudah mulai digagas oleh anak nagari dalam rangka mewujudkan nagari sebagai salah satu kawasan pusaka yang terdapat di Indonesia, hal yang paling utama yang dilakukan adalah pembentukan BPPNKG (Badan Pelestarian Pusaka Nagari Kotogadang) yang merupakan wadah yang bertanggung jawab dalam mengelola nagari ini sebagai Kawasan Pusaka.
Berdasarkan kepada 6 prinsip konsep manajemen kawasan pusaka, maka telah dimulailah agenda-agenda kerja dalam menyongsong deklarasi tersebut, yaitu:
1.Organisasi dan pengelolaan, yaitu membentuk BPPNKG sebagai wadah utama dalam kegiatan besar ini. Hal yang paling nyata dalam tahap ini adalah dikeluarkannya Peraturan Nagari yang mendukung program Menuju Kawasan Pusaka ini, dikeluarkannya peraturan mengenai tataguna lahan yang tidak bisa dirubah seenaknya oleh masyarakat, dikeluarkannya peraturan tebang pilih pada hutan nagari serta gerakan penanaman seribu pohon di hutan Nagari Kotogadang, dilarang untuk menggali pasir dan membuang sampah didasar sungai serta peraturan dalam membangun bangunan baru di Kotogadang, yaitu tidak menggunakan style selain indies dan yang menghambat pandangan ke arah gunung merapi (pusaka saujana).
2.Dokumentasi dan presentasi, yaitu mendata kembali asset-asset nagari yang dimiliki oleh nagari ini, baik berupa lingkungan alamnya, rumah-rumah yang bergaya arsitektur indies serta ragam adat dan kebudayaan yang dimilikinya.
3.Promosi, yaitu mulai menuangkan semua asset nagari tersebut kedalam sebuah Green Map Bagari Kotogadang yang merupakan peta yang berisikan kekayaan nagari Kotogadang ini, mulai dari ngarai, sawah, ladang, hutan serta adat dan kebudayaan yang sangat berharga dari nagari ini. Salah satu dari kegunaan greenmap adalah sebagai salah satu media bagi nagari ini untuk mempromosikan dirinya kepada masyarakat luas.
4.Perencanaan kegiatan. Sangat banyak kegiatan yang sudah mulai digagas oleh masyarakat nagari ini dalam menyongsong kawasan pusaka ini. Beberapa dari agenda kegiatan tersebut telah mulai dilasanakan, seperti gerakan penanaman 1000 pohon untuk Nagari Kotogadang yang moment kegiatannya diambil pada saat kegiatan Pulang Basamo anak nagari pada lebaran tahun 2005 lalu. Serta kegiatan lain yang juga telah dilaksanakan disini yaitu pelaksanaan kegiatan JRM (Jelajah Ranah Minangkabau yang disponsori oleh mahasiswa arsitektur Universitas Bung Hatta serta field study yang mulai diarahkan pada nagari ini). Kegiatan Festival Kotogadang yang menampilkan kembali semua kerajinan dan kebudayaan merupakan merupakan agenda tahunan yang akan selalu mengisi agenda nagari ini tiap tahunnya.
5.Disain, yaitu mulai mengeluarkan disain yang mungkin bisa digagas untuk jangka panjang, seperti penulisan nama Nagari Kotogadang pada dinding ngarai serta memasukkan nagari ini sebagai agenda wisata Sumatera Barat dan juga mewujudkan sebuah web site nagari yang berisikan seluruh data mengenai nagari.
6.Restrukturisasi ekonomi, yaitu merancang perbaikan ekonomi bagi anak nagari berdasarkan kepada asset nagari yang mereka miliki. Diharapkan dengan dideklasrasikan nagari ini sebagai sebuah kawasan pusaka bukan lingkungan alamnya saja yang mampu terpelihara dengan baik tetapi juga lebih kepada perbaikan ekonomi dari masyarakat Kotogadang itu sendiri. Jadi masyarakat dituntut untuk lebih kreatif dalam memasarkan nagari mereka, seperti munculnya rumah-rumah pengrajin tenun, perak serta galeri-galeri seni yang menampilkan dan memasarkan hasil karya anak nagari ini.
Satu hal yang menarik disini adalah, ternyata kesadaran yang tumbuh secara sadar dari masyarakat sangat berdampak kepada capaian dari agenda besar ini. Dalam hal berlingkungan kita ambil salah satu contohnya, gerakan penanaman seribu pohon mendapat sambutan yang luar biasa dari pihak masyarakat itu sendiri. Masyarakat sedikit demi sedikit sudah mulai memahami bahwa semua sumber daya alam ini merupakan titipan dari anak cucu mereka sehingga mereka akan berpikir dua kali untuk menebang secara seenaknya pada hutan nagari mereka tersebut, serta gerakan penanaman bunga nagari yang telah meyebabkab nagari menjadi nagari yang penuh dengan bunga beraneka warna.
Sebuah pelajaran yang sangat berharga yang dapat kita ambil dari Nagari Kotogadang ini adalah lingkungan sekitar merupakan harta yang paling berharga yang kita miliki, kesadaran untuk melestarikannya bukan merupakan tanggung jawab pihak pemerintah saja tetapi merupakan hak dan kewajiban dari masyarakatnya sendiri.
Nagari Kotogadang bukanlah merupakan satu-satunya nagari di Indonesia yang sudah mulai menyadari akan pentingnya menjaga keberlangsungan lingkungan hidup, tetapi sudah banyak nagari-nagari di luar Sumatera Barat yang sudah lama menggalakkan gerakan ini. Alangkah indahnya Indonesia ini kemudian hari apabila seluruh masyarakat Indonesia mulai memahami pentingnya semua ini sedini mungkin. Bencana alam yang sekarang ini marak kita dengar setiap hari ini pun mungkin dapat kita hindari.
Daftar Pustaka
1.Adishakti, Laretna. T., PUSAKA. Keanekaragaman, Keunikan dan Kerangka dasar Pelestarian. 2003.
2.Darmakusuma, Bahan Pengajaran Studi Lingkungan Hidup. 2006.
3.Setiawan, 2000 dalam Darmakusuma, Konsep dan Instrumen Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2006.
4.Fenomena Dunia Tentang Konservasi/Pelestarian Kawasan Pusaka, Bahan Pengajaran Mata Kuliah Preservasi Bangunan dan Lingkungan Kota, Universitas Bung Hatta, 2005.
5.Manajemen Kawasan Pusaka, Bahan Pengajaran Mata Kuliah Preservasi Bangunan dan Lingkungan Kota, Universitas Bung Hatta, 2005.
6.Permasalahan dan Prinsip Pelestarian Kawasan Pusaka, , Bahan Pengajaran Mata Kuliah Preservasi Bangunan dan Lingkungan Kota, Universitas Bung Hatta, 2005.
7.WWW. Kotogadang Nagari Pusako. Com. 2006.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 komentar on "KONSEP MANAJEMEN KAWASAN PUSAKA SEBAGAI SALAH SATU USAHA PENGELOLAAN LINGKUNGAN YANG BERBASIS MASYARAKAT"
nice spiderman layout but i can't understand your post
Post a Comment