sebuah catatan kecil
dari JAMBORE RANAH MINANG 2
ke TITIK NOL di dusun TUO PARIANGAN
masih berbekas rasanya.....hari itu kami dilepas oleh pihak kampus jam 10 pagi untuk menuju sebuah nagari di luhak tanah datar yang bernama pariangan untuk melakukan sebuah kegiatan yang menurut kami merupakan sebuah agenda yang sangat menyenangkan tapi sarat akan pendidikan dan pengetahuan, Jambore Ranah Minang, yup itulah kegiatannya
mesjid tuo pariangan merupakan panitia bisu penyambutan kami, apa mau dikata, tidak ada tari galombang kok, ato pesta penyambutan kami pada saat berlabuh disana, tapi kesan pertama pada nagari ini...wew, ALLAHUAKBAR, sungguh indah nagari ini, hamparan sawah yang hampir semua menutupi kawasan nagari ini, serta bariakade rumah gadang yang masih berdiri dengan anggunnya terhampar dengan jelas dihadapan kami, sebuah pertanyaan yang terbersit kala itu hanyalah sampai kapan setting indah seperti ini akan bertahan, setahun , dua tahun ato menunggu waktu untuk hancur....entahlah, tergantung kebijaksanaan kita juga kan.....????
setelah sholat berjamaah disana, kami mulai melanjutkan perjalanan ke rumah gadang, tempat penginapan kami yang berlokasi agak jauh dari sana, sambil menapaki tangga-tangga batu yang melintasi perkebunan dan sawah penduduk serta rumah-rumah gadang yang berdiri sambil tersenyum menyambut kami akhirnya sampailah pada rumah gadang yang merupakan lokasi penginapan, disambut oleh ibu pemilik rumah gadang yang dalam hati pasti bertanya 'ngapain juga anak-anak kota ini kesini, sudah bosan di kota apa? ato lagi mabok ya...gak sadarkan diri' tapi percayalah buk, kami kesini merupakan wujud kesadaran kami yang teramat besar akan sangat berharganya semua yang nagari ibuk miliki ini........ciee puitis neeh, dikiitt
lepas lelah, disertai dengan diskusi-diskusi ringan para peserta jambore, dan tidak lupa makan bajamba, wew ini yang paling menarik, sebuah kearifan lokal minangkabau yang sangat langka kita temui dikota, makan bajamba itu makan bersama dirumah gadang dengan lauk khas nagari minangkabau serta baalua sebelum dan sesudahnya, benar-benar sebuah pengalaman yang sangat berharga, prosesi makan yang diawali dengan alua sebagai awal perkenalan diri serta penanda dimulai nya acara makan bersama ini membuat kami para peserta dibawa kealam lain yang tidak pernah kami rasakan sebelumnya, biasanya kan tinggal pesen, bayar trus makan deh, tapi disini nggak, ada upacaranya dulu, seperti salah satu komentar peserta mau makan aja kayak gini, gimana yang lainnya ya...?? hehehe udah nikmatin aja....
nikmat sekali, makan dengan sambal rendang, maco balado, pucuak parancih, lado ijau diatas rumah gadang lagi, benar-benar maknyos (kalo komentarnya wisata kuliner tuh) emang gak ada pizza ato kfc dan sebagainya, tapi jauh dari itu semua adalah ada sebuah pesan moral yang ingin kami teriakkan bersama walaupun dalam kebisuan, mari kita ramaikan kembali nagari-nagari kita, ayo kita lirik kembali rumah-rumah gadang kita yang sudah mulai kita tinggalkan itu atau urungkan kembali niat hati untuk mengganti rumah gadang dengan rumah batu yang lebih oke tersebut...cukup sederhana sebenarnya tapi berat untuk aplikasinya, piye to
kegiatan berikutnya yaitu jelajah nagari, berjalan dipematang sawah sambil menikmati udara segar (gratis lagi) yang rasanya hampir tidak pernah lagi kita hirup dikota-kota besar kita dewasa ini, melihat petani yang sedang menanami sawahnya serta mempelajari sistem pembagian air pada sawah-sawah tersebut, bener-bener memberikan sebuah pengalaman baru bagi kami, bagaimana air yang terbatas tersebut dialirkan dari sawah yang paling atas sampai pada sawah yang paling bawah secara adil dan merata, isyarat bahwa hidup bermasyarakat dan saling berbagi masih dapat kita pelajari disini, melihat betapa susahnya petani menanam sampai proses panen padi, membuat hati menjadi luruh, bagaimana peliknya proses nasi yang siap santap dipiring-piring kita selama ini diproses dengan begitu seksamanya oleh petani didesa, masihkah kita tetap mubazir terhadapnya...?
rangkaian kegiatan ini ditutup dengan pagelaran randai yang ditampilkan oleh seniman setempat, walaupun tidak semalam suntuk
tapi sudah cukup membuat kami merasa NGERITAGE banget, seperti gurauan salah seorang dosen kami, indah sekali, melihat gerakan-gerakan yang sangat dinamis serta diselingi oleh alunan saluang serta kaba yang dinyanyikan oleh tukang dendangnya benar-benar membuat kami baru merasa sebagai seorang minangkabau, satu hal yang saya pelajari disini, saluang bukanlah kampungan tapi kita sebenarnya yang kampungan yang tidak pernah melihat ataupun menikmati randai tersebut, masih kalah jauh kita dengan pemuda-pemuda di nagari yang masih mampu memainkan randai dengan sangat apiknya, seperti pengalaman saya baru-baru, pada saat menyaksikan salah satu acara pada televisi swasta di yogyakarta yang menyiarkan acara pagelaran randai yang dibawakan oleh mahasiswa HAWAII dalam bahasa inggris tentunya serta alunan saluang serta kaba yang ditranslet ke dalam bahasa mereka, ondeh mande.....tabik tangih deknyo, bergejolak rasanya darah minang karenanya, betapa indahnya salah satu asset yang kita miliki, walaupun kita sendiri tidak pernah menyadarinya........
sebagian kita pasti akan berpendapat kegiatan ini hanyalah kegiatan yang tidak ada menfaatnya, buang-buang waktu dan tenaga, tetapi kami percaya bahwa walaupun sesaat, tapi kamu telah membuktikan bahwa nagari-nagari kita sangat indah dengan sekelumit kearifan lokal yang dimilikinya, dan peduli akan keberlangsungannya dan pasti akan tetap dijaga kelestariannya, satu hal yang harus kita ingat disini adalah semua itu bukanlah milik kita, tetapi titipan dari anak cucuku kita dimasa yang akan datang yang masih akan dititipkan mereka lagi pada generasi setelah mereka, jadi tugas kita ya......menjaganya aja bukan malah menghancurkannya.........jadi dari sekarang kita harus menyadari bahwa itu bukanlah milik kita, tapi titipan dari anak cucu kita..............
no heritage no future
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar on "Jambore Ranah Minang"
Post a Comment