geliat privat [dibalik] ruang public

On: September 19, 2011

tulisan ini lebih kepada buah dari kekaguman yang berlebih ketika menikmati ruang kota tercinta pada saat berkesempatan untuk pulang kampung dalam moment lebaran beberapa waktu yang lalu
[gilo....payakumbuh rami banget....] saya terhenyak
tidak pernah mendapati kota tercinta penuh sesak seperti ini sebelumnya, bahkan pada moment-moment lebaran beberapa waktu yang lalu, pemikiran liar mulai hadir dibenak [yang tidak begitu peka] ya wajarlah, mungkin saja ketika keberhasilan sudah berhasil direguk maka inilah masanya untuk pulang kekampung [walaupun hanya sementara] lepas rindu dan berbahagia barang sejenak bersama keluarga yang sangat disayang dan dirindui

[beberapa hari menjelang lebaran itu tiba] ruang kota masih tetap sama [khususnya ruang pasar] yang merupakan icon utama yang terdapat pada kawasan pusat kota [ku] tetapi pengunjung seakan tumpah ruah tanpa henti pada kawasan pasar yang sebagian besar merupakan bangunan pusat pertokoan lama yang masih berdiri [dengan mencoba untuk tetap] bersahaja. tidak banyak perubahan disana sini, hanya saja sesekali kelihatan raut pusat perbelanjaan baru pada bagian timur jauh wilayah pasar [sebenarnya sangat jijay untuk menyebutnya dengan sebutan mall payakumbuh] [maaf...lagi malas untuk ngomongin dia]

[berbagialah kau kini wahai kotaku] kataku membathin dalam hati [betapa tidak] hampir tiap sudut dari dirimu kini ditapaki oleh wargamu, bahkan tempat-tempat yang dulu hampir tidak ada yang meilirik, kini nyanyah dilahap kaki-kaki yang berlomba memenuhi kebutuhan untuk sambuti lebaran.

lalu, kuberjalan menaiki tangga yang terdapat pada kawasan pusat pertokoan yang ada dipasar payakumbuh ini, [mencari tempat yang wokeh] untuk menikmati keramaian pasar kala itu. [lalu aku berandai-andai, se-gimana rekahnya senyum pasar kala ini ya, didatangi oleh manusia dari berbagai penjuru negeri] sesaat pasti berasa penting, sedangkan pada waktu-waktu lain [mungkin merupakan urutan terdepan pada list bangunan yang mendapat kehormatan untuk diruntuhkan atau dibumi hanguskan] jangan deh [apalagi melihat karikatur pada salah satu koran lokal di sumatera barat hari ini] [http://padangekspres.co.id/?news=foto&id=190] bener-bener manimbulkan sejuta prasangka yang sangat menakutkan, sangat sayang untuk melewatkan sensasi ini

manumen adipura berdiri megah, dibelakangnya terparkir dengan lusuh sepeda unto [sebutan khas untuk onthel bagi kami warga payakumbuah] yang kadang kita [kita? loe aja kalee, gue nggak] hampir lupa keberadaannya [udah jelek sepertinya, karena hanya pada waktu awal aja yang diperhatikan, sedangkan sekarang seperti hidup segan, jalan tak mau] gede banget, jadi susah untuk dikendarainya, coba aja ukurannya normal [mungkin bisa digunakan oleh penghuni kota, itung-itung mengkampanyekan hidup yang lebih nge-green]

[sesaat ku terpana, terdiam dan mulai bertanya pada diri sendiri] kebetulan memang lagi berdiri sendiri dilantai 2 pasar payakumbuh.
baliho-baliho besar banyak sekali terpampang pada bagian kiri dan kanan sepeda unto lusuh tersebut [beberapa dengan wajah yang sangat familiar] [kalau gak salah artis ibu kota, makanya hanya ditulis familiar, kalau ditulis kenal ntar dibilang ke-geer-an] serta wajah-wajah yang sepertinya [dekat dimata tapi jauh dihati / gak kenal maksudnya] sudah lama sekali rasanya tapi pernah tahu [setelah merenung sesaat, akhirnya saya mulai ingat] mereka adalah wajah-wajah yang ramai terpampang pada ruang kota beberapa waktu yang lalu, mulai dari pohon-pohon [yang sepertinya sudah tidak tebang pilih lagi, mulai dari yang besar hingga yang rumput, kalau emang bisa ditempelin waktu itu] dinding pos kambling, lorong-lorong, rumah temenku [walau akhirnya dia buang dengan paksa olehnya] hingga sago [sebutan untuk angkutan umum di kota ini] yang keseluruhannya penuh dengan senyum bersahaja dan segudang janji yang coba diumbarnya kala itu [tapi apakah terealisasi sekarang? tanya aja pada ruang-ruang kota tempat foto mereka dulu singgah] tapi saat ini mereka ngucapin selamat lebaran kepada kita/anda/saya kok, itung-itung terimakasih atas kemaren sepertinya.

sebenarnya bukan hal semua diatas yang mengusikku kala itu, tapi fenomena yang terjadi pada ruang publik kotaku ini sekarang [yang pada saat kuliah doeloe, kami menyebutnya dengan  istilah privatisasi ruang publik] yang ternyata sangat beragam contohnya [bukan saja seperti nasib yang menimpa rth imam bonjol di kota padang] tapi yang ini juga merupakan salah satu dari wujud nyatanya

ternyata moment lebaran juga merupakan ajang untuk semakin memprivatisasikan lagi ruang-ruang publik kota [sekali-kali saya pernah memiliki angan dan cita-cita, kenapa tidak wajah lusuh masyarakat kota kita yang dipajang pada ruang-ruang publik kota tersebut ya, atau ibu-ibu pedagang kecil yang sedang murung bahkan berlinang air mata akibat lapak dagangannya tertendang dengan paksa oleh petugas s*tp*l pipi atau wajah lusuh dunia pendidikan kita sekarang] yang dikemas dengan baik dan dijadikan baliho untuk dipajang diruang tengah kota
[hmmmm...tapi gak bakalan deh, nanti piala adipura gak jadi milik kota kita lagi dunk, jangan deh] piala itu penting lo, lambang supremasi kota katanya [bukan kata saya lho]
[btw, penting gak seeh?]

[rancak dilabuah, syaratnya dan harus]

belum lagi iklan-iklan produk kecantikan, beragam kartu telpon dengan ribuan janji gratisnya, hingga iklan sinetron disalah satu tipi swasta [kotaku sayang, kotaku malang...banyak banget tugasmu, sampai-sampai ruang-ruangmu pun habis tergadai dengan sangat murah meriah] obral discount hingga 100%

[sederhana saja] sebenarnya saya cuma ingin menulis mbok ya kita harus nyadar dikit dunk, kembalikan ruang-ruang publik kota itu kembali kepada pemiliknya, yang mereka itu bukan saya ataupun anda [tapi masyarakat kecil kota] mari kita pandang dia sejenak, belajar berempati kepada mereka, buat mereka senyum walau hanya sesaat serta mari kita buang semua spanduk dan baliho yang ada pada tiap-tiap inchi ruang publik kota kita [walaupun itu ada pemasukan dari sana] tapi pintu pemasukan yang lain masih banyak kan?

[saya heran, dia yang dijadikan sebagai tulang punggung pemasukan kota, tetapi tidak pernah memberikan penghargaan apa-apa atas jerih payahnya] atau karena saya yang terlalu rakus [kalee, anak lebay mode: on]

huff....new york city-nya norah jones ini oke banget deh, luv it [thanks tu her]

0 komentar on "geliat privat [dibalik] ruang public"